statistik pengunjung

Jumat, 25 November 2011


Pengertian Konsep Dasar PLS
A.      Pendapat Ahli
Menurut Philips H. Combs: bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar siste formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut UNESCO (1972): pendidikan luar sekolah mempunyai ketaatan, keseragaman yang rendah, program bervariasi, tujuan tidak seragam, peserta didik yang tidak ketat, persyaratan yang longgar dan teknik-teknik dagnosis, rencana dan evaluasi yang berbeda dibanding pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah mempunyai bentuk, tujuan dan isi program yang seragam di tiap tingkatan, peserta didik yang ketat.
Menurut Komunikasi Pembaharuan Nasiona Pendidikan: PLS adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidup, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisisen dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
Menurut UUD 1945, Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1991: PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Konsep menurut Kaplan (1964): PLS adalah sebuah bentuk citra mental yang digunakan sebagai alat memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesamaan. Konsep pendidikan luar sekolah  muncul atas dasar hasil observasi yang hasilnya diketahui persamaan dan perbedaan ciri-ciri pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah juga memiliki sistem, prinsip, paradigma yang relatif berbeda dengan pendidikan sekolah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: PLS adalah segenap bentuk pelatihan yang diberikan secara terorganisasi di luar pendidikan formal. Misalnya, kursus keterampilan. Menurut Russel Kleis: pendidikan luar sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis. Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama yang menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan dengan sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta kebutuhan peserta didik yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh.
Menurut Axinn: mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan yang ditandai dengan kesengajaan dari kedua belah pihak, yaitu pendidik yang sengaja membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang sengaja untuk belajar.
Menurut Suzanna Kindervatter: mengemukakan definisi pendidikan luar sekolah sebagai berikut: pendidikan luar sekolah sebagai suatu metoda penerapan kebutuhan, minat orang dewasa dan pemuda putus sekolah di negara berkembang, membantu dan memotivasi mereka untuk mendapatkan keterampilan guna menyesuaikan pola tingkah laku dan aktivitas yang akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup.
 Suzanna Kindervatter mengusulkan pendidikan pendidikan luar sekolah sebagai "empowering process”. Empowering process adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada seseorang atau kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial ekonomi dan politik sehingga dapat memperbaiki kedudukannya dalam masyarakat. Program pembelajaran dalam empowering process dirancang untuk memberi kesempatan kepada para anak putus sekolah, dengan menganalisis keadaan kehidupan mereka guna, mengembangkan keterampilan yang dikehendaki agar dapat merubah keadaan kehidupan mereka.
Menurut Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya Pendidikan Kemasyarakatan mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.
Menurut Sudjana:  mengemukakan pengertian pendidikan luar sekolah sebagai berikut: "Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan belajar membelajarkan, diselenggara-kan luar jalur pendidikan sekolah dengan tujuan untuk membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi diri berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, lembaga, bangsa, dan negara.
Menurut common sense: PLS adalah segala kegiatan pendidikan yang berlangsung di luar sistem persekolahan dalam rangka meningkatkan potensi warga belajar yang meliputi pelatihan-pelatihan, keterampilan, pengembangan masyarakat sehingga dapat diaplikasikan baik di lingkungan keluarga maupun bermasyarakat.

REALITAS LAPANGAN PLS
Pendidikan yang Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat
Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).

Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi.
Pendidikan di lakukan tidak lain hanyalah untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. SDM yang berkualitas hanya terbentuk apabila terdapat proses pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ini selanjutnya hanya bertumpu pada lembaga pendidikan yang tidak membekali pada kemampuan kognitif saja, akan tetapi pada kemampuan afektif dan psikomotorik (Isjoni, 2008:3).
Firdaus M. Yunus (2005:8) juga mengatakan bahwa pendidikan bagi manusia adalah proses seumur hidup dan terwujudkan atas dasar tujuan yang luas. Dewasa ini keberadaan pendidikan lazimnya dipandang sebagai sesuatu kegiatan yang bersifat partisipan untuk menyongsong perkembangan-perkembangan yang akan terjadi pada masa mendatang. Postur antisipasi ini ditentukan oleh persepsi masyarakat pendidikan terhadap kecenderungan yang ada yang ditarik secara inferensial dari fakta-fakta dari dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendidikan luar sekolah atau sekarang disebut pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Satuan pendidikan non formal meliputi kursus atau lembaga pendidikan keterampilan, kelompok beajar, atau satuan pendidikan yang sejenis.
Pendidikan nonformal memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat diluar jalur sekolah atau formal. Pendidikan jalur ini meliputi PAUD, Pendidikan Kesetaraan, pendidikan buta aksara, pendidikan orang dewasa, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat dan pendidikan lain yang di tentukan untuk pendidikan mengembangkan kemampuan akademik dan kejuruan peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed (2002:127), mengatakan bahwa penguasaan yang mendalam atas suatu ilmu dan suatu keterampilan sehingga bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi dalam kehidupan anak didik jauh lebih berguna dan lebih baik ketimbang penguasaan banyak ilmu dan keterampilan secara sepintas lalu tidak bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah kehidupan anak didik, baik dalam kehidupan social maupun kehidupan akademiknya.
Pendidikan nonformal berasaskan pendidikan sepanjang hayat atau livelong education. Pada pelaksanaan pendidikan nonformal selalu melibatkan dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat merasa memilikinya.
  1. Sistem Pendidikan yang Sesuai bagi Masyarakat
Pendidikan non formal merupakan pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat artinya pendidikan tersebut bersumber dari kebutuhan masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri, seperti yang di sebutkan oleh Paulo freire yaitu pendidikan berbasis realitas sosial. Praktik pendidikan harus dibuat sedemikian rupa agar berkolerasi dengan kebutuhan mendasar masyarakat, yang pada akhirnya pola kebijakan pendidikan selaras dengan pemenuhan keberhasilan program otonomi daerah.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonfermsl menjadi lebih efektif karena menekankan pada skill yang di butuhkan oleh masyarakat itu sendiri. Pendidikan nonformal memberikan peluang pendidikan kepada mereka warga masyarakat yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal. Selain biaya yang relatif mahal, sistem pendidikannya yang terlalu global dan kurang tepat sasaran pada kebutuhan masyarakat, pendidikan nonformal dipandang lebih murah dan hemat, dengan adanya kursus atau lembaga pelatihan kerja yang hanya membutuhkan waktu relatif singkat untuk menyelesaikannya.
Michelle Kuenzi (2006) menyatakan, Non Formal Education is genereally seen as more cost. Effective than format education because people move through courses and programmes at a fas rate then students in the formal system and, in turn, are able to utilise practical knowledge and skills immediately.
Tidak hanya itu pendidikan nonformal juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penanggulangan pengangguran juga peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bagaiman tidak? Seorang pengangguran mengikuti lembaga pelatihan kerja untuk menambah kecakapan hidup, sehingga seseorang itu dapat bekerja sesuai keahlian yang telah ia miliki sehingga ia dapat mengentaskan diri dari masalah ekonomi. Para petani dan peternak yang notabene tidak berpendidikan diberikan penyuluhan tentang pertanian dan peternakan melalui pendidikan nonformal sehingga dapat memperoleh hasil panen melimpah dan berkualitas. Anaka putus sekolah, tidak bisa melanjutkan ke pendidikan formal dapat mengikuti program keseteraan yaitu kelompok belajar atau disingkat KEJAR PAKET A setara SD, KEJAR PAKET B setara SMP, KEJAR PAKET C setara SMA.
Mulai dari balita dengan melalui PAUD, pemberdayaan pemuda, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, keseteraan, merupakan bidang garapan dari pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal tidak hanya skedar sebagai suatu alternatif pendidikan, tetapi merupakan pemegang peranan penting dalam rangka membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tersebut merupakan pendidikan paling efektif yang dibutuhkan dalam menghadapai dunia ini karena sistem pendidikan nonformal lebih tepat sasaran. Sehinga semua kalangan masyarakat dapat mengenyam pendidikan.

Oleh: reno riandri P. Hani Alifatin Izza, Shinta oktaviana, Annisa widya, Karlina rimanika, A, samsul Huda (PLS UM Off A 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar